Puluhan burung merpati terbang berkelompok memutari kolam air mancur di tengah alun-alun kota Malang. Seorang bapak bertepuk tangan girang sambil mengajak putrinya ikut bertepuk tangan. Pria berjaket jeans melingkarkan tangannya di perut wanita yang duduk tepat di depannya, mereka pun menikmati pemandangan yang memang sudah jarang ditemui. Pertunjukan merpati ini mampu membius beberapa pengunjung alun-alun.
Lain hal nya dengan bocah berbaju kuning muda dengan motif garis-garis. Aktivitasnya tak terhenti dengan kejadian apa pun di sekelilingnya. Namun sesekali dia menengok kea rah wanita tua yang sedang sibuk membungkus kacang rebus dengan Koran. Bungkusan itu berbentuk kerucut. Tangan kriputnya sangat lincah, beberapa kerucutan yang dihasilkan diletakkannya di keranjang hijau muda pudar, terletak di sebelahnya. Dua keranjang lain yang menemaninya berisi rokok dan minuman ringan dengan aneka ragam.
Mbok Hari namanya, penduduk asli klakah yang memutuskan untuk menetap di Malang dan berprofesi sebagai PKL.
“Tahun berapa ya mbak? Pokoknya masih enak-enaknya presiden Suharto, sekitar tahun 65an mungkin” jawabnya saat ditanya mulai tahun berapa menetap di Malang.
“Itu cucu saya mbak, lah saya di sini ikut anak, ibunya ya masih kerja, bapaknya mecak” tutur mbok Hari sambil tak berhenti membungkus kacang.
“Ya, mbok Hari selalu bawa cucunya ke sini, tapi dia jarang keliling. Emang mangkalnya di situ” kata Bu Warsi, penjual nasi keliling, yag cukup mengenal mbok Hari.
Pukul 09.00 WIB mbok Hari berangkat dari rumah, sebelah selatan pasar klojen. Anak mbok Hari rutin mengantar mereka dengan becaknya. Sekitar pukul 16.00 WIB mereka beranjak pulang.
“Gak pasti mbak, kalo rame 30 ribu, pernah hanya dapat 15 ribu, lah kemaren lumayan, dapet 20 ribu. Tapi dibuat kulaan lagi bak”.
Lain hal nya dengan bocah berbaju kuning muda dengan motif garis-garis. Aktivitasnya tak terhenti dengan kejadian apa pun di sekelilingnya. Namun sesekali dia menengok kea rah wanita tua yang sedang sibuk membungkus kacang rebus dengan Koran. Bungkusan itu berbentuk kerucut. Tangan kriputnya sangat lincah, beberapa kerucutan yang dihasilkan diletakkannya di keranjang hijau muda pudar, terletak di sebelahnya. Dua keranjang lain yang menemaninya berisi rokok dan minuman ringan dengan aneka ragam.
Mbok Hari namanya, penduduk asli klakah yang memutuskan untuk menetap di Malang dan berprofesi sebagai PKL.
“Tahun berapa ya mbak? Pokoknya masih enak-enaknya presiden Suharto, sekitar tahun 65an mungkin” jawabnya saat ditanya mulai tahun berapa menetap di Malang.
“Itu cucu saya mbak, lah saya di sini ikut anak, ibunya ya masih kerja, bapaknya mecak” tutur mbok Hari sambil tak berhenti membungkus kacang.
“Ya, mbok Hari selalu bawa cucunya ke sini, tapi dia jarang keliling. Emang mangkalnya di situ” kata Bu Warsi, penjual nasi keliling, yag cukup mengenal mbok Hari.
Pukul 09.00 WIB mbok Hari berangkat dari rumah, sebelah selatan pasar klojen. Anak mbok Hari rutin mengantar mereka dengan becaknya. Sekitar pukul 16.00 WIB mereka beranjak pulang.
“Gak pasti mbak, kalo rame 30 ribu, pernah hanya dapat 15 ribu, lah kemaren lumayan, dapet 20 ribu. Tapi dibuat kulaan lagi bak”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar